Contoh soal & jawaban methode direct costing | full costing | BEP

Published by admin on

Contoh Soal  dan Jawaban Direct Costing |Break Even Point | Laba – Rugi

Direct Costing And BEP

  1. Jelaskan pengertian serta perbedaan (jika ada) dari hal berikut:
    • Direct cost anda direct costing
    • Variable costing dan direct costing
    • Pembebanan kurang (under applied) factory overhead
    • Period cost dan produk cost
  1. Apa sebeb dalam direct cost biaya tetap tidak terdapat under applied FOH atau over applied FOH! jelaskan
  1. Apa sebab dalam direct costing biaya tetap (fixed cost) tidak dimasukkan harga pokok persedian.
  2.  Jelaskan definis berikut
    • Break event point
    • Break event chart
    • Marginal income/contribution margin
    • Shut down point
  1. Mengapa analisa break event point disebut alat perencanaan laba?
  2. Mengapa income statement yang disusun berdasar methode direct costing lebih bermanfaat daripada laporan rugi/laba yang disusun berdasarkan absorbtion/full costing dipandang dari sudut manajemen
  3. Data data berikut adalah data biaya produksi dan persedian dari PT “LUBER” pada akhir tahun 1980
    • Produksi dalam tahun 1980 … .1.00.000 unit
    • 70% dari produksi 1980 terjual dan sisanya masih dalam gudang pada akhir tahun
    • Biaya bahan baku 1.000.000,00
    • Upah langsung 1.300.000,00
    • FOH variable 750.000,00
    • FOH Tetap 375.000,00

Diminta:

Hitunglah persediaan akhir tahun 1980 dengan memakai:

    • Methode direct costing
    • Methode full costing
  1. Perusahaan “LUWES” adalah sebuah perusahaan yang memperoduksi has hujan khusus wanita, dengan harga jual per unit Rp.6000,00. Perusahaan ini mempunyai tenaga kerja dan mesin yang mampu memproduksi1.000 unit setiap kuartal.Biaya produksi rata-rata per kuartal adalah Rp.300.000,00 yang terdiri dari 60% adalah biaya produksi variable dan 40% adalah biaya produksi tetap.

Laporan Rugi-Laba selama tiga kuartal  (setahun) yaitu tahun 1980 yang disajikan secara full costing (absorrption costing) adalah sebagai berikut:

LAPORAN RUGI/LABA

UNTUK TAHUN 1980

Perkiraan

Kuartal I

Rp

Kuartal II

Rp

Kuartal III

Rp

Penjualan 3.000.000,00 1.200.000,00 12.000.000,00
Harga pokok penjualan
Persediaan awal 1.500.000,00 3.900.000,00
Harga pokok produksi 3.000.000,00 3.000.000,00 3.000.000,00
Produksi tersedia dijual 3.000.000,00 4.500.000,00 6.900.000,00
Persediaan akhir 1.500.000,00 3.900.000,00 9.000.000,00
Harga Pokok Penjualan 1.500.000,00 600.000,00 6.000.000,00
Laba kotor 1.500.000,00 600.000,00 6.000.000,00
  • Dari data data tersebut diatas saudara diminta untuk merubah laporan rugi/laba yang tersediia, menjadi laporan rugi/laba dengan menggunakan methode direct costing?
  • Apabila ada perbedaan rugi/laba antara kedua metode yaitu direct costing dan fult costing, terangkan sebab-sebab perbedaan tersebut?
  1.  PT. “SUMEH” pada tahun 1981 memproduksi 15.000 unit sepatu dengan biaya produksi sebagai berikut:

Upah langsung                                  Rp.45.000.000,00

Bahan baku                                        Rp.30.000.000,00

Overhead pabrik variable             Rp.15.000.000,00

Overhead pabrik tetap                  Rp.25.000.000,00

Dari produksi 1981 yang bisa terjual adalah 10.000 unit sepatu. Data data lain yang penting adalah sebagai berikut:

  • Biaya upah langsung per unit Rp.3.000
  • Pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan biaya upah langsung
  • Kapasitas normal adalah pada saat biaya upah langsung sebesar Rp.60.000.000/tahun, dimana pada saat itu biaya overhead pabrik tetap diperkirakan Rp.25.000.000 dan FOH variable Rp.20.000.000
  • Pembebanan lebih/kurang (over/under) applied) everhead pabrik dibebankan ke harga pokok penjualan

Diminta:

a. Apabila perusahaan menggunakan methode Full costing hitunglah:

    1. Tarif biaya overhead pabrik per unit
    2. Jumlah biaya overhead pabrik yang dibebankan tahun 1981
    3. Jumlah harga pokok penjualan
    4. Persediaan akhir

b. Apabila perusahaan menggunakan methode direct costing hitunglah

    1. Persedian akhir
    2. Harga pokok penjualan
  1. PT.”UMAYA” menggunakan biaya standar  dalam menentukan besarnya biaya produksi. Equipment dari PT.”UMAYA” mempunyai kapasitas normal 15.000 unit atau 300.000 jam kerja langsung. Biaya standar per unit produksi adalah sebagai berikut:
    1. Bahan baku 80,00
    2. Upah langsung 120,00            atau 2 jam kerja langsung
    3. FOH variable 80,00
    4. Biaya Produksi variable Rp.280,00 per unit.
    5. FOH tetap Rp.6.000.000 per tahun.
    6. Biaya administrasi dan pemasaran variable Rp.56, per unit yang Rp.3.600.000,00 terjual.
    7. Biaya administrasi dan biaya pemasaran tetap pertahun, haga jual per unit Rp.480,00

Data penjualan dan produksi tahun 1981 adalah sebagai berikut:

Penjualan                            160.000 unit

Produksi                              140.000 unit

Persedian awal                     25.000 unit.

Selisih tidak menguntungkan:

    • Selisih effisiensi tenaga kerja 000,00
    • Selisih pengawasan (control variable) 184.000,00

Selisih menguntungkan :

    • Selisih harga bahan baku 000,00

Seluruh selisih dibebankan ke harga pokok penjualan

Diminta:

  • Membuat laporan rugi /laba absorption costing dan direct costing
  • Terangkan bila ada perbedaan-perbedaan terhadap laba rugi.
  • Pengaruh apa yang ada terhadap laba yang ditahan apabila perusahaan menggunakan methode direct costing

11.).   PT. MOLEK adalah perusahaan yang membuat kue istimewa. Perusahaan ini memerlukan 4 ons bahan baku untuk membuat satu bungkus roti (1 unit produk) dan 2 jam tenaga kerja untuk menyelesaikan 1 unit produk. Dan biaya oerhead pabrik yang dibebankan Rp.300,00 biaya standar menunjukkan harga bahan baku per ons Rp.100,00 dan upah buruh per jam  tenaga kerja langsung Rp.225,00, pembebanan biaya overhead pabrik berdasarkan jam kerja langsung  per unit memerlukan 2 jam  tenaga kerja langsung, atau per jam Rp.150,00. Dasar perhitungan tarif overhead pabrik adalah dengan dasar  biaya overhead tetap Rp.600.000/tahun dan overhead variable Rp.100,00 per jam kerja langsung.

PT.”MOLEK” menggunakan metode FIFO dalam menilai persediaan barang dalam proses.

Data-data lain pada tahun 1980 menunjukkan:

  • Persedian barang dalam proses:

Awal (1 Januari) 2.000 unit 100% bahan baku dan 50% biaya konversi akhir (31 Desember) 1000 unit 100% bahan baku dan 50% biaya konversi.

  • Persedian bahan baku:

Awal (1 Januari) 1.000 unit

Akhir (31 Desember) 1.500 unit

  • Bahan baku sesungguhnya yang dipakai dalam proses 26.000kg
  • Biaya overhead pabrik tetap Rp.750.000,00 dalam tahun 1980 dan jumlah biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp.19.935.000,00, produk jadi yang dipindahkan ke gudang adalah 66.000 unit.

Diminta:

Buatlah laporan harga pokok penjualan dengan methode absorption (full costing) dan direct (variable) costing

12. )  Sebuah perusahaan lampu pompa ‘Wanta dan Wanto” minta dibuatkan laporan rugi –laba yang dibuat berdasarkan informasi dibawah ini dengan pendekatan direct costing (variable costing). Persedian barang dalam proses dan barang jadi pada awal tahun tidak ada, pada akhir priode tidak ada persediaan barang dalam proses. Hasil produksinya sebanyak 500. Unit, yang 400.000 unit sudah berhasil dijual dengan harga @ Rp.30,00. Biaya bahan baku per unit Rp.6,00 biaya upah langsung Rp.8,00 FOH variable Rp.1,00 FOH – fixed berjumlah Rp.2.000.000,00, biaya administrasi dan biaya penjualan variable Rp.1,00 per unit yang dijual. Biaya administrasi dan penjualan fixed adalah Rp.1500.000,00, dianggap tidak ada pajak pendapatan.

13.)  Perusahaan “RINA” dan “RINI” menjual hasil produknya Rp.20,00 per unit. Perusahaan menggunakan sistem FIFO dalam pembebanan biaya pada produknya. Rate FOH – aplied yang dihitung setiap tahun dengan membagi FOH – actual dengan jumlah produksi sesungguhnya. Data berikut adalah hasil dari  2 tahun operasi perusahaan.

Tahun 1 Tahun 2
Penjualan 1000 unit 1.200 unit
Produksi 1.400 unit 1.000 unit
Biaya – biaya
Biaya produksi
1.       Variable Rp.7.000,00 Rp.5000,00
2.       Fixed       7.000,00       7.000,00
Penjualan variable       1.000,00       1.200,00
Penjualan fixed       4.000,00       4.000,00

Diminta:

  • Laporan Rugi-laba yang dibuat berdasar absorption costing
  • Laporan Rugi-laba yang dibuat berdasar variable costing
  • Suatu rekonsilasi/keterangan mengenai perbedaan dalam laporan rugi /laba tiap tahun yang diabaikan oleh pengguna kedua metode diatas.

14.)  Perusahaan Radio Raharjo “electris” mempunyai kapasitas produksi maksimum 2.100 unit per tahun. Kemudian kapasitas normal 1800 unit per tahun.

Standard biaya produksi vriable adalah Rp.11.000,00 per unit. FOH –fied adalah Rp.540.000.000,00   setahun. Biaya penjualan variabel adalah Rp.3.000 per unit. Biaya penjualan fixed adalah Rp.252.000.000,00 juta per tahun. Harga jual Rp.20.000 per unit.

Diminta:

  • Hitunglah break event point yang dinyatakan dalam rupiah.
  • Berapa unit harus terjual agar diperoleh laba bersih Rp.60.000.000,00 setahun?
  • Berapa unit terjual agar diperoleh laba bersih 10% dari penjualan?
  • Misalkan hasil operasi, jumlah selisih (variable) untuk FOH variable Rp.40.000.000,00 (R). hasil produksi : 1.600 unit. Persedian awal 10.000 unit.

Semua selisih tersebut dibebankan pada harga pokok penjualan stadndard

  1. Susunlah Laporan Rugi/Laba yang dibuat berdasarkan :
  • Absorption costing
  • Direct costing

15.)  Perusahaan “BWK” menggunakan sistem absorption costing yang dibuat berdasarkan “normal costing”

Biaya biaya pabrik variable termasuk biaya bahan baku Rp.3.000,00 per unit, hasil produksi sesungguhnya10 unit, perjam. FOH fixed applied per jam adalah Rp.5.000,00 per jam Rp.300.000.000,00 dibagai 60.000 jam aktivitas. Harga jual 5.000 per unit. Biaya administrasi dan penjualan fixed adalah 120.000.000,00. Persediaan awal tahun 19 B adalah 30.000 unit. Persediaan akhir adalah 40.000 unit. Penjualan  pada tahun 19 B adalah 540.000 unit. Biaya per unit persis sama dengan yang terjadi pada tahun 19 A.

Diminta:

  1. Susunlah laporan laba/rugi. Untuk 19 B, dengan menghapuskan over-underapplied FOH langsung pada akhir tahun sebagai adjustmen pada cost of good sold
  2. Tuan hadi sebagai presiden direktur, meminta anda untuk menyusun laporan Rugi/laba tahun 19 B dengan menggunakan metode direct costing
  3. Jelaskan perbedaan laba bersih, karena perhitungan pada no:1 dan 2
  4. Tunjukkan dengan gambar bagaimana FOH fixed diperhitungkan pada methode absorption costing.

Pada gambar harus ditunjukkan 2 buah garis, sebuah merupakan FOH yang di budgetkan (fixed)  yang dalam hal ini kebetulan juga merupakan FOH ficed actual. Dan garus yang lain menunjukkan FOH applied yang dibebankan pada produk.

Tunjukkan juga Over-Under applied FOH bila ada?

  1. Pada pusat perbelanjaan yang akan dibuka, ningsih dan kawan kawan mempunyai rencana menjual pakaian anak-anak dan pakaian bayi dengan menyewa stand-stand yang sudah disediakan oleh panitia. Untuk memudahkan penjualan, ia akan membungkus pakaian pakaian tersebut dalam kotak-kotak yang indah. Tiap kotak harga jualnya Rp.5000; 1 kotak dinyatakan sebagai 1 unit. Tergantung dari bahan dan lama pembuatannya. Jadi 1 unit mungkin berisi 1 set pakaian bayi lengkap dengan sepatunya, atau mungkin juga berisi 2 set pakaian bayi dari bahan yang lebih murah. Dan lain lain.

Untuk menggiatkan kerja karyawan penjualannya, ningsih menggunakan sistem komisi penjualan  sebagai imbalan bagi karyawannya.

14.).  Perusahaan Radio Raharjo “electris” mempunyai kapasitas produksi maksimum 2.100 unit per tahun. Kemudian kapasitas normal 1800 unit per tahun.

Standard biaya produksi vriable adalah Rp.11.000,00 per unit. FOH –fied adalah Rp.540.000.000,00   setahun. Biaya penjualan variabel adalah Rp.3.000 per unit. Biaya penjualan fixed adalah Rp.252.000.000,00 juta per tahun. Harga jual Rp.20.000 per unit.

Diminta:

  • Hitunglah break event point yang dinyatakan dalam rupiah.
  • Berapa unit harus terjual agar diperoleh laba bersih Rp.60.000.000,00 setahun?
  • Berapa unit terjual agar diperoleh laba bersih 10% dari penjualan?
  • Misalkan hasil operasi, jumlah selisih (variable) untuk FOH variable Rp.40.000.000,00 (R). hasil produksi : 1.600 unit. Persedian awal 10.000 unit.

Semua selisih tersebut dibebankan pada harga pokok penjualan stadndard

  1. Susunlah Laporan Rugi/Laba yang dibuat berdasarkan :
  • Absorption costing
  • Direct costing

15.)  Perusahaan “BWK” menggunakan sistem absorption costing yang dibuat berdasarkan “normal costing”

Biaya biaya pabrik variable termasuk biaya bahan baku Rp.3.000,00 per unit, hasil produksi sesungguhnya10 unit, perjam. FOH fixed applied per jam adalah Rp.5.000,00 per jam Rp.300.000.000,00 dibagai 60.000 jam aktivitas. Harga jual 5.000 per unit. Biaya administrasi dan penjualan fixed adalah 120.000.000,00. Persediaan awal tahun 19 B adalah 30.000 unit. Persediaan akhir adalah 40.000 unit. Penjualan  pada tahun 19 B adalah 540.000 unit. Biaya per unit persis sama dengan yang terjadi pada tahun 19 A.

Diminta:

  1. Susunlah laporan laba/rugi. Untuk 19 B, dengan menghapuskan over-underapplied FOH langsung pada akhir tahun sebagai adjustmen pada cost of good sold
  2. Tuan hadi sebagai presiden direktur, meminta anda untuk menyusun laporan Rugi/laba tahun 19 B dengan menggunakan metode direct costing
  3. Jelaskan perbedaan laba bersih, karena perhitungan pada no:1 dan 2
  4. Tunjukkan dengan gambar bagaimana FOH fixed diperhitungkan pada methode absorption costing.

Pada gambar harus ditunjukkan 2 buah garis, sebuah merupakan FOH yang di budgetkan (fixed)  yang dalam hal ini kebetulan juga merupakan FOH ficed actual. Dan garus yang lain menunjukkan FOH applied yang dibebankan pada produk.

Tunjukkan juga Over-Under applied FOH bila ada?

16.)  Pada pusat perbelanjaan yang akan dibuka, ningsih dan kawan kawan mempunyai rencana menjual pakaian anak-anak dan pakaian bayi dengan menyewa stand-stand yang sudah disediakan oleh panitia. Untuk memudahkan penjualan, ia akan membungkus pakaian pakaian tersebut dalam kotak-kotak yang indah. Tiap kotak harga jualnya Rp.5000; 1 kotak dinyatakan sebagai 1 unit. Tergantung dari bahan dan lama pembuatannya. Jadi 1 unit mungkin berisi 1 set pakaian bayi lengkap dengan sepatunya, atau mungkin juga berisi 2 set pakaian bayi dari bahan yang lebih murah. Dan lain lain.

Untuk menggiatkan kerja karyawan penjualannya, ningsih menggunakan sistem komisi penjualan  sebagai imbalan bagi karyawannya.

Berikut adalah taksiran harga dan biaya-biaya yang akan dihadapinya.

Per Unit
Harga jual Rp.5000,00
Harga pokok termasuk kotak per unit Rp.4000,00
Kemisi penjualan Rp.250,00
Rp.4.250,00
Biaya tetap tahunan:
Sewa stand Rp.5.500.000,00
Gaji para pengawas Rp.17.600.000,00
Listrik Rp.2.100.000,00
Biaya tetap lainnya Rp.4.800.000,00
Jumlah Rp.30.000.000

Pertanayaan:

(Tiap tiap pertanyaan tidak saling berhubungan)

  1. Hitunglah break even point, nyatakan dalam rupiah dan unit?
  2. Bila terjual 35.000 unit, berapakah keuntungan (kerugian) yang dialami?
  3. Bila kemudian komisi penjualan dinaikkan sebanyak Rp.50,00 per unit, hitunglah BEP yang baru, nyatakan dalam rupiah dan unit.
  4. Kembali pada data semula. Bila komisi penjualan dihapuskan. Dan digantikan dengan gaji tahunan Rp.8000.000,00. Apakah perubahan ini menguntungkan bagi Nignsih dan kawan-kawan? Mengapa?

17.)   Perusahaan roti “Dodo and Backry” merencanakan membuat sejenis roti yang diperkirakan laku dijual sampai beberapa kota yang terdekat dengan lokasi pabrik, yaitu yogya, pimpinan perusahaan mengalami masalah apakah ia memakai mesin otomatis atau semi otomatis. Harga jual roti sejenis itu di pasaran Rp.50,00, perbandingan biaya antara 2 mesin itu adalah sebagai berikut:

Semi otomatis Otomatis
Biaya tetap tahunan Rp.3.000.000,00 Rp.5.000.000,00
Biaya variable Per 1 buah roti Rp.20,00 15,00

Hitunglah:

  1. BEP untuk tiap tiap tahun mesin yang digunakan
  2. Bila perusahaan merencanakan untuk memproduksi 1 tahun 300.000 buah roti, mesin mana yang harus dipilih
  3. Demikian juga bila rencana produksi 1 tahun 600.000 buah roti!
  4. Pada tingkat produksi berapa kedua mesin itu menghasilkan laba bersih yang sama

18.)  Perusahaan ban sepeda cap “Naga” sudah berhasil menjual produksinya ke beberapa kota besar di pulau jawa. Sales manajer dari perusahaan yakin bahwa apabila harga jual diturunkan sedikit, maka penjualan dalam unit ban sepeda akan naik 30%. Direktur perusahaan tersebut meminta anda mengajukan rekomendasi!

Data yang ada sebagai berikut:

Sekarang Rencana
Harga jual unit Rp.2500,00 2000
Unit yang dijual 200.000 unit Naik 30%
Variable cost (total) Rp.350.000.000,00 Untuk per unit tetap
Fixes cost Rp.120.000.000,00 Rp.120.000.000,00
Laba Rp.30.000.000,00

Diminta:

  1. Buatlah laba/rugi yang dibuat berdasar usulan sales manajer perusahaan!
  2. Jumlah unit yang harus dijual pada harga baru, agar perusahaan tetap memperoleh laba Rp.30.000.000,00

19.)  Income statemen perusahaan menunjukkan hasil sebagai berikut:

Penjualan Rp.800.000,00
Biaya variable Rp.634.200,00
Biaya tetap Rp.251.500,00
       Total biaya Rp.885.700,00
       Rugi Rp.85.700

Jumlah biaya tenaga kerja pada saat ini Rp.300.000,00 manajemen memperkirakan:

  1. Bila produksitivas dari tenaga ditingkatkan maka biaya tenaga kerja akan turutn 8% dari total biaya tenaga kerja
  2. Volume penjualan akan naik dengan diturunkannya harga jual sebesar 5% untuk tambahan penjualan yang diterima
  3. Biaya tetap akan turun Rp.11.500. dan
  4. Laba bersih (sebelum pajak) sebanyak Rp.40.000,00 bisa diterima

Diminta

Berapakah jumlah penjualan yang dibutuhkan untuk mencapai gagasan manajemen tersebut

20.)  Data data dari penjualan perusahaan “Sugeng and Co” adalah sebagai berikut:

  • Biaya tetap per tahun Rp.7.126.000,00
  • Biaya variable per tahun 81,2% dari penjualan

Manajer penjualan telah mengadakan survey pasar yang hasilnya menunjukkan bahwa apabila harga jual diturunkan  maka akibatnya  volume penjualan akan naik sebagai berikut:

Alternative Penurunan Harga jual Kenaikan volume penjualan
A 3% 10%
B 6% 15%
C 10% 20%

Laba bersih tahun terakhir adalah Rp.6.250.000,00

Tahun ini perusahaan memperkirakan akan memperoleh laba Rp.6.974.000,00

(asumsi biaya variable tidak berubah)

Diminta:

  • Memberikan perhitungan secara matematis kepada manajer penjualan
  • Temukan alternative mana yang sebaiknya dipilih!

21.)  Sebuh perusahaan mempunyai data sebagai berikut:

Kapasitas normal 200.000 unit
Biaya tetap Rp.12.000.000
Biaya variable Rp.135,00 per unit
Harga jual Rp.225,00 per unit

Diminta:

  1. Membuat break even point dalam rupiah, unit dan prosentase dari kapasitas.
  2. Margin of safety ratio dan gambar margin of safety , bila operasi pada kapasitas normal
  3. Berapa break even point apabila harga jual turun Rp.25,00?
  4. Berapa penjualan yang harus dilakukan untuk memperoleh laba Rp.3000.000,00 dengan:
  • Data nomor 1)
  • Data nomor 3)
  1. Break even point dalam rupiah bila biaya tetap turun Rp.2.000.000,00

22.)  Perusahaan radio “Rilex” mempunyai pengalaman bahwa dengan menjual 1.000 translator radio akan mendatangkan laba Rp.4000.000,00. Persaingan dalam pemasaran penjualan radio menyebabkan perusahaan ini terpengaruh posisi pasarannya, disamping itu diperkirakan pula bahwa biaya variable akan naik tahun depan, dibanding tahun ini (sebelumnya). Biaya tetap yang sekarang Rp.18.000.000,00 juga diperkirakan akan naik. Sementara itu harga radio translator Rp.42.000,00, biaya tetap dan variable sekarang adalah sebagai berikut:

Biaya variable Per unit Biaya tetap Total
Bahan baku Rp.10.000,00 Factoory over head- Rp.5.000.000,00
Upah langsung Rp.5000,00 Penjualan adminis- Rp.7.000.000,00
Trasi dan umum
Factory over head Rp.5000,00 Rp.6.000.000,00
Rp.20.000,00 Rp.18.000.000,00
Laporan Rugi-laba pada tahun ini:
Penjualan Rp.42.000.000,00
Harga pokok Produk yang dijual:
Bahan baku Rp.10.000.000,00
Upah langsung Rp.5.000.000,00
Factory over head Rp.10.000.000,00 Rp.25.000.000,00
Rp.17.000.000,00
Laba kotor
Biaya penjualan Rp.7.000.000,00
Administrasi dan umum Rp.6.000.000,00 R.13.000.000,00
Rp.4.000.000,00

Manajemen ingin mengetahui apa yang terjadi apabila harga jual dan biaya berubah seperti berikut:

Harga jual turun 7% biaya tetap naik 7% dan biaya variable naik 7%

Untuk hal ini manejemen minta pada departemen controller ( untuk memecahkan masalah ini, disamping itu manajemen ingin mengetahui berapa kenaikan volume apabila mananjemen ingin mempertahankan laba sebesar Rp.4000.0000,00 tersebut

Saudara sebagai controller diminta untuk:

  1. Menunjukkan/menghitung break even point dan marginal income sebelum ada perubahan
  2. Menghitung break even point, marginal income dan net profit dari perusahaan jika (yang lain tetap)
  • Harga jual turun 7%
  • Variable cost naik 7%
  • Fixed cost naik 7%
  1. Berapa volume harus dicapai untuk mempertahankan supaya tetap Rp.4.000.000,00 jika perusahaan menghadapi :
  • Harga jual turun 7%
  • Variable cost naik 7%
  • Foed cost naik 7%

23.)  Budget perusahaan “Budi” adalah sebagai berikut:

Penjualan (40.000 unit) Rp.80.000,00
      Biaya produksi tetap Rp.20.000,00
      Biaya pemasaran tetap Rp.26.000,00
     Biaya produksi variable Rp.19.000,00
     Biaya pemasaran variable Rp.5000,00
Biaya total Rp.70.000,00
                    Laba operasi Rp.10.000,00

Diminta:

  1. Membuat break even point dalam rupiah
  2. Membuat break even point dalam unit
  3. Perusahaan akan membeli mesin untuk mengganti pekera, jika hal ini dilaksanakan maka biaya tetap akan naik Rp.2.280,00 dan biaya variable akan turun Rp.1.000,00 pada penjualan Rp.80.000,00, berapakah break event point dalam rupiah?
  4. Dengan anggapan biaya tetap naik Rp.2.000,00 dan biaya variable naik Rp.1.000,00, berapakah penjualan harus direalisir supaya perusahaan mendapat laba 10.000,00?

24.)   Tuan komarudin mempunyai ide untuk membuka Stand ice Cream pada musin sekaten tahun ini selama 12 Minggu.

Tuan komarudin membicarakan hal ini kepada tuan Agus sebagai direktur Ice Cream yang diminta mensuply Ice Cream di stand yang akan didirikan Tuan Komarudin tersebut.

Perkiraan pendapatan selama sekaten (12 minggu) adalah Rp.400.000, sedang biaya (cost) dari Ice Cream saja 60% dari pendapatan. Disamping itu tuan komarudin masih harus membayar ijin buka stand Rp.3.000,00

Setelah berbincang-bincang dengan tuan agus maka ada 3 kemungkinan bagi Tuan Komarudin dalam merealisir idenya tersebut, yaitu:

  • Tuan komarudin menyewa stand sebesar 20% dari pendapatan disamping itu membayar pembantu sebesar 17% dari pendapatan selama pendapatan itu berdiri atau selama musim sekaten
  • Tuan Komarudin menyewa stand sebesar 20% dari pendapatan, kemudian harus membayar upah pembantu Rp.50.000 selama sekaten
  • Menyewa stand selama sekaten sebesar Rp.70.000,00 dan membayar pembantu selama sekaten sebesar Rp.50.00000

Diminta:

Menghitung untuk tiap tiap alternative

  1. Marginal income
  2. Break even point
  3. Saran-saran pada Tuan Komarudin

JAWABAN DIRECT COSTING AND BEP

1)- 

  • Direct Cost adalah biaya yang biasa dihubungkan langsung dengan obyeknya, misalnya biaya upah tenaga kerja didepartemen I maka ini disebut biaya langsung departemen I. Direct Costing adalah metode perhitungan harga pokok produksi dengan hanya membebankan biaya variable saja.
  • Pembebanan Kurang adalah istilah lain yang digunakan dalam menyebut direct costing,

Variable cost adalah biaya yang berubah-ubah secara total proposionil dengan volume kegiatan

  • Pembebanan kurang adalah pembebanan biaya tetap produksi kedalam produk jadi dikarenakan jumlah angka (jam/dasar pembebanan lain) kurang dari yang ditentukan dimuka.

Biaya tetap Rp.100.000,00 ditentukan biaya tetap produksi ke dalam ke dalam produk jadi dikarenakan jumlah angka ditentukan jam mesin normal 10.000 jam atau per jam Rp.100,00

Tetapi selama periode itu digunakan 8.000 jam sehingga biaya yang ditetapkan @ produk 8.000 x 100 = Rp.800.000,00 dan terdapat pembebanan kurang Rp.1.000.000, Rp.800.000 =Rp.200.000,00

  • Period cost adalah biaya yang dibebakan semua pada periode terjadinya dalam methode direct costing  dengan full costing period cost ini berbeda. Pada direct costing, period cost adalah biaya tetap sedang pada full cost direct, period cost adalah biaya selain selain biaya-biaya produksi

2.)  Dalam direct costing tidak ada under atau over applied FOH sebab semua biaya FOH tetap dianggap sebagai period cost dan dibebankan seluruhnya pada periode terjadinya.

3.)  Sebab direct costing mempunyai argumen bahwa kalau biaya tetap dimasukkan ke dalam biaya produksi, berarti kalau akhir tahun ada persedian. Persediaan ini akan dibawah ke tahun berikutnya sebagai persediaan awal sehingga biaya tetap ditentukan (dibayar) seluruhnya ditahun sebelumnya akan dibebankan lagi ditahun berikutnya.

4.)–

  • Break even point adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi, atau pendapatan sama dengan biaya. Biasa disebut keadaan inpass.
  • Break even chart adalah grafik yang menunjukkan keadaan break even point
  • Marginal income/contribution margin adalah kelebihan pendapatan setelah dikurangi biaya variablenya atau jumlah tertentu untuk menutup biaya tetap dan memperoleh laba.
  • Margin of safety adalah tingkat keamanan persediaan dalam menghadapi penurunan volume penjualan yaitu berapa penjualan boleh turun supaya perusahaan tidak menderita rugi. Margin of safety ini bisa dicari dengan rumus

Penjualan budget – Break even point  x 100% / penjualan budget.

  • Shut down point suatu keadaan dimana pendapatan hanya cukup untuk membayar biaya kas-nya (out of packet cost-nya), keadaan ini sebagai tanda apakah perusahaan diteruskan atau dihentikan.

5.) Sebuah analisa break even point mengandung unsur-unsur anggaran pendapatan dan biaya sehingga dengan break even point bisa untuk membudgetkan (merencanakan) laba

6.)  Bagi manajemen informasi yang memberikan gambaran biaya yang nyata (actual) dikeluarkan (dibebankan) merupakan informasi yang penting dan dapat untuk mengetahui dapat tidaknya perusahaan tersebut memperoleh laba kas maupun akuntansi sehingga lebih bermanfaat dalam pengembilan keputusan intern perusahaan.

7.) –

  • Nilai persediaan akhir tahun 1980 dengan methode direct costing :
Bahan baku Rp.1.000.000,00
Upah langsung Rp.1.300.000,00
FOH variable   Rp. 750.000,00
Biaya proudiksi Rp.3.050.000,00
Unit yang diproduksi       100.000
Biaya produksi per unit Rp.3.050.000,00 / 100.000 = Rp.30,50

Persediaan akhir 1980: 30% x 100.000 unit = 30.000 unit

Nilai persediaan akhir dengan methode full costing

30.000 x 30.50 = Rp.Rp.915.000,00

  • Nilai persediaan akhir dengan methode full costing
Bahan baku Rp.1.000.000,00
Upah langsung Rp.1.300.000,00
FOH variable       750.000,00
FOH tetap Rp.375.000,00
Unit yang diproduksi       100.000
Rp.1.125.000,00
Biaya produksi 3.425.000,00
100.000
Biaya produksi per unit Rp.3.425.000,00 / 100.000 = Rp.34,25

Nilai persediaan akhir menurut methode full costing

(100% – 70% ) x 100.000 x Rp.34,25 = 1.027.500,00

8.)–

Laporan Laba Rugi

Direct Costing

Kuartal I Rp Kuartal II Rp Kuartal III Rp
penjualan 300.000,00 1.200.000,00 12.000.000,00
Persedian awal 900.000,00 2.340.000,00
Harga pokok- produksi  

1.800.000,00 (60%)

 

1.800.000,00

 

1.800.000,00

Produks siap dijual 1.800.000,00 2.700.000,00 4.140.000,00
Persedian akhir 900.000,00 2.340.000,00 5.400.000,00
Harga pokok- penjualan  

900.000,00

 

360.000,00

 

360.000,00

Marginal income 2.100.000,00 840.000,00 840.000,00
Biaya produksi tetap 1.200.000,00 (40%) 1.200.000,00 1.200.000,00
Laba kotor 900.000,00 360.000,00 7.200.000,00
Perbedaan laba kotor
Full costing 1.500.000,00 600.000,00 6.000.000,00
Direct costing 900.000,00 360.000,00 7.200.000,00
Selisih 600.000,00 960.000,00 1.200.000,00

Keterangan:

Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya persediaannya dimana dalam full costing persediaan meliputi biaya produksi tetap sehingga nilai persedian lebih besar

Kuartal I Kuartal II Kuartal III
CF DC CF DC CF DC
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Persedian-
awal 1.500.000,00 400.000,00 3.900.000,00 2.340.000,00
Persedian-
akhir 1.500.000,00 900.000,00 (3.900.000,00) (2.340.000,00) 9900.000,00) 540.000,00
Selisih 600.000,00 960.000,00 1.200.000,00

9.) –

9.1a. Tarif biaya overhead pabrik per unit

Biaya overhead variable                                Rp.20.000.000,00 *)

Biaya overhead tetap                     Rp.25.000.000,00

Jumlah biaya overhead                 Rp.45.000.000,00

*) pada  kapasitas normal

Tarif overhead pabrik ditentukan berdasarkan upah langsung, upah langsung pada kapasitas normal Rp.60.000.000,00

Tarif overhead pabrik = Rp.45.000.000,00 / Rp.60.000.000,00 x 100% = 75%

Jadi tarif overhead pabrik = 75% dari upah langsung

 

9.1b. Jumlah overhead pabrik yang dibebankan tahun = 1981

= 75% x Rp.45.000.000,00 = Rp.33.750.000,00

9.1c. Jumlah harga pokok penjualan full costing 1981:

Biaya bahan baku Rp.30.000.000,00
Biaya upah langsung Rp.45.000.000,00
Biaya overhead
75% x Rp.45.000.000,00 Rp.33.750.000,00
Harga pokok produksi Rp.108.750.000,00

Persedian akhir

15.000 – 10.000 / 15.000 x Rp.108.750.000,00 = Rp.36.250.000,00

Harga pokok penjualan Rp.72.500.000,00
Selisih kapasitas tidak menguntungkan Rp.6.250.000,00
Rp.78.750.000,00

9.1d. Persedian akhir 1981

Produksi 15.000 unit dijual = 10.000 unit

Persedian akhir = 5.000 unit

Harga pokok produksi per unit = Rp.108.750.000,00 / 15.000 = Rp.7.250.000,00

Persedian akhir produk jadi 1981

5.000 x Rp.7.250,00 = Rp.36.250.000,00

2a. Persedian akhir direct costing :

Biaya bahan Rp.30.000.000,00
Biaya upah langsung Rp.45.000.000,00
Overhead variable Rp.15.000.000,00
Harga pokok produksi Rp.90.000.000,00
 

Jumlah produksi : 15.000 unit

Harga pokok produksi per unit = Rp.90.000.000,00 / 15.000 = Rp.6000

Jumlah yang terjual 1000 unit

Persedian akhir =15.000 – 10.000 = 5.000 unit

Nilai persedian akhir = Rp.5.000 x Rp.6.000 = 30.000.000,00

2b.

Harga pokok produksi Rp.90.000.000,00
Persedian akhir Rp.30.000.000,00 (-)
Harga pokok penjualan Rp.60.000.000,00

10.a

PT “UMAYA”

Laporan Laba Rugi

Absortion Costing

Penjualan 160.000 x Rp.480.000 Rp.76.800.000,00
Harga pokok Penjualan
  Bahan baku: 1.400.000 x Rp.80,00 Rp.11.200.000,00
  Upah Langsung:140.000 x Rp.120,00 Rp.16.800.000,00
  Overhead pabrik variable
   140.000xRp.80,00 Rp.11.200.000,00
  Overrhead pabrik tetap
   140.000xRp.40,00*) Rp.5.600.000,00
Rp.44.800.000,00
Standart persedian 1 Januari
25.000 x Rp.320,00 Rp.8.000.000,00
Dikurangi persedian 31 Desember
5.000 x Rp.320,00 (Rp.1.600.000,00)
Harga pokok Penjualan Rp.51.200.000,00
Ditambah selisih tidak menguntungkan
  Selisih efisiensi tenaga kerja Rp.270.000,00
   Selisih pengawasan Rp.184.000,00
  Selisih volume*) Rp.400.000,00
Rp.854.000,00
Dikurangi selisih menguntungkan
  Selisih harga bahan Rp.176.000,00
Rp.678.000,00
Laba kotor operasi Rp.24.922.000,00
Biaya Operasi
  Biaya administrasi dan pmsran variable Rp.8.960.000,00
Biaya administrasi dan pmsran tetap Rp.3.600.000,00
Rp.12.560.000,00
Laba bersih Operasi Rp.12.362.000,00
*)overhead pabrik total-trif overhead = 6.000.000/                         =Rp.40,00
Unit pada kapasitas normal- biaya per unit = 150.000
**)Biaya overhead tetap total – biaya tetap dibebankan = selisih volume
Rp.6000.000,00 – (140.000) = Rp.400.000,00

10.b

PT “UMAYA”

Laporan Laba Rugi

Direct Costing

Penjualan Rp.76.800.000,00
Dikurangi Harga pokok Penjualan
  Bahan baku: Rp.11.200.000,00
  Upah Langsung Rp.16.800.000,00
  Overhead variable Rp.11.200.000,00
Rp.39,200.000,00
Ditambah persedian
  1 Januari (25.000 unit) Rp.7.000.000,00*)
Dikurangi persedian
31 Desember (5000 unit) (Rp.1.400.000,00)
Harga pokok produksi standart Rp.44.800.000,00
Ditambah
 Selisih efisiensi tidak menguntungkan Rp.270.000,00
Selisih pngawsn tidak menguntungkan Rp.184.000,00
Dikurangi
  Selisih harga bahan menguntungkan (Rp.176.000,00)
Harga pokok penjualan Rp.45.078.000,00
Biaya adm dan pemasaran variable Rp.8.960.000,00
Jumlah biaya variable Rp.54.038.000,00
Contribution  margin Rp.22.276.000,00
Biaya Tetap
  Biaya overhead pabrik tetap Rp.6000.000,00
  Biaya adm da pemasaran Rp.3.600.000,00
Rp.9.600.000,00
Laba bersih Rp.13.162.000,00
*) harga pokok produksi variable per unit = Rp.280,00

10.c

Perbandingan laba antara direct costing dengan full costing

Direct costing     : Rp.13.162.000,00

Full costing          : Rp.13.362.000,00

Selisih                   Rp.800.000,00

Perbedaan (selisih) ini terjadi dikarenakan hal hal sebagai berikut:

  1. Persediaan awal full costing : Rp.8000.000,00

Persedian awal direct costing     : Rp.7000.000,00

Perbedaan                                          : Rp.1000.000,00

(Persedian awal  full costing lebih tinggi Rp.1000.000,00 menyebabkan laba full costing lebih kecil Rp.1000.000,00)

  1. Persediaan akhir full costiing : Rp.1.600.000,00

Persediaan akhir direct costing         : Rp.1.400.000,00

: Rp.200.000,00

Persediaan akhir full costing lebih besar Rp.200.000,00 menyebabkan laba full costing Rp.200.000,00).

Sehingga perbedaan antara laba direct costing dengan full costing Rp.1000.000 – Rp.2000.000 = Rp.800.000,00

11  Harga Pokok Produksi per unit

Direct Costing Full Costing
Bahan baku Rp.400,00 Rp. 400,00
Upah langsung Rp.450,00 Rp.450,00
Overhead variable Rp.200,00 Rp.200,00
Overhead tetap Rp – Rp.100,00
Rp.1.050,00 Rp.1.150,00
Laporan Harga Pokok Penjualan
Full Costing
Harga pokok produksi 66.000 x 1.150 Rp.75.900.000,00
Ditambah persedian barang jadi
1 januari 1.000 x 1.150 Rp.1.150.000,00
Barang jadi siap dijual Rp77.050.000,00
Dikurangi persedian barang jadi
31 Desember Rp.1.500 x 1.150 Rp.1.725.000,00
Harga pokok penjualan sebelum penyesuaian Rp.75.325.000,00
Selisih pengawasan tidak menguntungkan Rp.835.000,00
Selisih volume menguntungkan (Rp.550.000,00)
Harga pokok Penjualan Rp.75.610.000,00

Catatan equipment unit:

Skedul kualitas produksi equipment produksi

Unit Bahan baku Upah langsung dan
Overhead
Persediaan
1 januari 200 66.000 66.000
Masuk produksi 65.000 2.000 2.000
67.000 64.000 64.000
Ke gudang 66.000 1.000 1.000
Persediaan 1000 65.000 unit 500
67.000 65.500

Catatan selisih overhead pabrik selisih pengawasan

Overhead pabrik sesungguhnya Rp.19.935.000,00
Budget
Overhead variable
  65.500 x 200    = Rp.13.100.000,00
Overhead tetap = Rp.6.000.000,00
Rp.19.100.000,00
                              Selisih pengawasan
                              Tidak menguntungkan Rp.835.000,00
Meliputi Rp.750.000,00 karena biaya tetap naik sehingga selisih
Selisih Volume Rp.85.000,00 karena variable
Budget Rp.19.100.000,00
FOH dibebankan Rp.65.500,00 x 300 Rp.19.650.000,00
                           Selisih menguntungkan Rp.550.000,00
Laporan Harga Pokok Penjualan
Direct Costing
Harga pokok produksi 66.000 x 1.050 Rp.69.300.000,00
Ditambah Persediaan barang jadi
1 januari : 1000 x 1.050 Rp.1.050.000,00
                 Barang jadi siap dijual Rp.70.350.000,00
Dikurangi persediaan barang jadi
31 Desember: 1500 x 1.050 Rp.1.050.000,00
Harga pokok penjuala sebelum ajustment Rp.68.775.000,00
Ajustment selisih pengawasan variable Rp.85.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp.68.860.000,00

Lamanya periode juga harus diteliti. Pada soal tidak dinyatakan berapa lama periode yang dimaksud. Sebaiknya periode dinyatakan dalam semester atau tahunan, dan bukannya bulanan sehingga mengurangi kemungkinan dipermainkan oleh para mandor.

12

Perusahaan “WANTA dan WANTO”

Laporan Rugi/Laba Tahun 19 A

Penjualan (400.000 x Rp.30,00)

  Rp.12.000.000,00

Biaya variable

  Bahan baku

  500.000 x Rp.6,00

Rp.3000.000,00

  Upah langsung

    500.000 x Rp.8,00

Rp.4000.000,00

  FOH variable

  500.000 x Rp.1,00

Rp.500.000,00

Jumlah biaya – biaya

Produksi variable Rp.7.500.000,00

Persediaan akhir

100.000 (=20%)

Rp.1.500.000,00

Biaya variable utk barang yg dijual

Rp.6000.000,00

Biaya adm dan penjualan variable

Rp.400.000,00

   Variable

Rp.400.000,00 Rp.6.400.000,00

  Contribution margin

Rp.5.600.000,00

Biaya biaya tetap

  Biaya pabrik

Rp.2000.000,00

 Biaya adm dari penjualan

Rp.1500.000,00
Rp.3.500.000,00

Laba bersih sebelum pajak

Rp.2.100.000,00

13.1

 

Tahun 1

Tahun 2

Penjualan

1000 unit

Penjualan

1200 unit

Produksi

1400 unit

Produksi

1000 unit

Penjualan @Rp.20,00

Rp.20.000,00 Rp.24.000,00

Harga pokok penjualan

 Persediaan awal

Rp.4000,00

 Biaya produksi tahun ini

Rp.14.000,00 Rp.12.000,00

Barang siap untuk dijual

Rp.14.000,00 Rp.16.000,00

Persedian akhir (400 unit)

@Rp.10.000 (200 unit)@Rp.12,00

Rp.4000,00 Rp.10.000,00 Rp.2400,00 Rp.13.600,00

Gros margin

Rp.10.000,00 Rp.10.400,00

Biaya adm dan penjualan

Rp.5000,00 Rp.5.200,00

Laba bersih

Rp.5000,00 Rp.5.200,00

13.2

 

Tahun 1

Tahun 2

Penjualan

1000 unit

Penjualan

1200 unit

Produksi

1400 unit

Produksi

1000 unit

Penjualan @Rp.20,00

Rp.20.000,00 Rp.24.000,00

Biaya variable

Barang yang dijual

  Persediaan awal

Rp.2000,00

  Biaya produksi variable

Rp.7000,00 Rp.5.000,00

Tersedia untuk dijual

Rp.7000,00 Rp.7000,00

Persedian akhir @500

Rp.2000,00 Rp.5000,00 Rp.1000,00 Rp.6000,00
Rp.15.000,00 Rp.18.000,00

Manufacturing contribution margin

Rp.15.000,00 Rp.18.000,00

Biaya penjualan variable

Rp.1.000,00 Rp.12.000,00

Contribution margin

Rp.14.000,00 Rp.16.800,00

Biaya-biaya tetap

Rp.1000,00 Rp.11.000,00

Laba bersih

Rp.13.000,00 Rp.5.800,00

13.3

Perbedaan laba bersih dengan methode absortion costing

(5000 – 3000) = 2000 (5000 – 5800) = (600)

Persediaan ini disebabkan pada methode absorption costing persediaan akhir dibebani FOH fixed.

Sebesar 7000 x 400/1400 = 2000 —– sehingga laba lebih besar 2000.

Pertahun ke 2 absorption costing masing masing FOH Fixed sebesar 2000,

Sehingga laba bersih lebih rendah     (2000)

Pada tahun ke 2 dengan methode absorption costing FOH fixed masih dibebani pada persedian akhir

7000 x 200/100 = 1400

Sehingga laba bersih akan lebih tinggi          1400

Jadi untuk kali ini dengan methode absorption

Costing net income lebih rendah                                     (600)

14.1

Perhitungan BEP

Misalkan jumlah unit untuk mencapai BEP =  X

20.000 X               = 14.000 X + 540.000.000 + 252.000.000

  6000 X                 = 792.000.000

X = 132.000 unit

14.2

Laba yang di inginkan : Rp.60.000.000,00

Unit yang dijual = biaya tetap + laba yang di inginkan / contribution margin per unit

= 792.000.000 + 60.000.000 / 20.000 – 14.000

= 852.000.000 / 6000 = 142.000 unit

14.3

Laba yang di inginkan = 10% dari penjualan

Misalnya unit yang dijual = X unit              hasil penjualan = 20.000 X

Laba yang di inginkan = penjualan – biaya biaya variable –  biaya biaya fixed

Penjualan = laba yang di inginkan + biaya biaya variable + biaya biaya fixed

20.000 X               = 10% (20.000 X) + 14.000 X + 192.000.000

20.000 X               = 14.000 X – 2000 X = 792.000

X                             = 198.000 unit

14.4.a  perhitungan BEP

RAHARJO ELECTRICS

Laporan Rugi/Laba

Untuk Tahun 19 A

Penjualan 150.000 x Rp.200.000,00

Rp.3.000.000.000,00

HPP

Persediaan awal

10.000,00 x Rp.14.000,00

Rp.140.000.000,00

Produksi tahun ini

160.000 x Rp.14.000,00

Rp.2.240.000.000,00

Tersedia untuk dijual

Rp.2.380.000.000,00

Persediaan akhir

20.000 x Rp.14.000,00

Rp.280.000.000,00

Harga pokok standart

Barang yang dijual

Rp.2.100.000.000,00

Plus:variance rugi:

Biaya pabrik

Variable 40.000.000*)

Kapasitas yg menganggur

(180.000 – 160.000) x

540.000.000 : 3

180.000 = 60.000.000 **)

Jumlah *) + **)

Rp.100.000.000,00 Rp.2.200.000.000,00

Gross margin

Rp.800.000.000,00

Variable @Rp 3000,00

(X 150.000)

Rp.450.000.000,00

Fixed

Rp.252.000.000,00 Rp.702.000.000,00

Laba bersih

Rp.98.000.000,00

Direct costing

Penjualan

Rp.3.000.000.000,00

Biaya variable

Persediaan awal

10.000 x Rp.11.000,00

Rp.110.000.000,00

Produksi tahun ini

160.000 x Rp.11.000,00

Rp.1.760.000.000,00

Persediaan untuk dijual

Rp.1.870.000.000,00

Persedian akhir

20.000 x Rp.11.000

Rp.220.000.000,00
Rp.1.650.000.000,00

Ditambah

Selisih rugi variable cost

Rp.40.000.000,00

Biaya produksi variable

Rp.1.690.000.000,00

Biaya penjualan variable

Rp.450.000.000,00
Rp.2.140.000.000,00

Contribution margin

RP.860.000.000,00

Biaya biaya tetap

Pabrik

Rp.540.000.000,00

Penjualan

Rp.252.000.000,00
Rp.792.000.000,00

Laba bersih

Rp.68.000.000,00

14.4.b

Perbedaan bila dihitung dengan absorption adalah:

Rp.98.000.000,00 – Rp.68.000.000,00 = Rp.30.000.000,00 

Dapat dijelaskan sebagai berikut: karena adanya pertambahan dalam persediaan barang sebanyak 10.000 unit, dimana menurut methode absorption costing didalamnya termasuk Foh fixed Rp.3000,00 per unit, sehingga nilai persediaan lebih tinggi Rp.30.000.000,00 daripada kalau dihitung dengan direct costing. Denga kata lain FOH fixed sebanyak Rp.30.000.000,00 dikapitalisir menurut methode absorption costing, sedangkan pada methode direct costing biaya tersebut dihapuskan, sebagai pengurangan pendapatan tahun tersebut.

15.1   Absorption Costing

Perusahaan “BWK”

Laporan Rugi/Laba Tahun 19 A

Penjualan : 540.000 unit @ Rp 5.000

Rp.2.700.000.000,00

Harga pokok penjualan

  Persediaan awal

  30.000 unit @ Rp.3.500,00

Rp.105.000.000,00

Produksi 550.000

@ Rp.3.500,00

Rp.1.925.000.000,00

Tersedia untuk dijual

Rp.2.030.000.000,00

Persediaan akhir

Rp.140.000.000,00

Harga pokok penjualan

Rp.1.890.000.000,00

Cariance karena adanya

Kapasitas yang menganggur

(500.000 x Rp.500,00)

Rp.25.000.000,00
Rp.1.915.000.000,00

Gross margin

Rp.785.000.000,00

Biaya adm dan penjualan:

Variable 540.000 x Rp.1000

Rp.540.000.000,00

Fixed

Rp.120.000.000,00
Rp.660.000.000,00

Laba bersih

Rp.125.000.000,00

catatan

biaya standart per unit

biaya variable:   Rp.3000,00

FOH fixed  :  5000/10 = 500

= Rp.3.500,00

Kapasitas perusahaan : 60.000 x 10  = 600.000 unit

Untuk yang diproduksi                         = 550.000 unit

Kapasitas menganggur                         = Rp.50.000 unit

15.2   Direct Costing

penjualan

Rp.2.700.000.000,00

Persediaan awal: 30.000 unit@ Rp.3000,00

Rp.90.000.000,00

Produksi 550.000 x Rp.3000,00

Rp.1.650.000.000,00

Tersedia untuk dijual

Rp.1.740.000.000,00

Persediaan akhir: 40.000 unit @ Rp.3000,00

Rp.120.000.000,00

Biaya pabrik variable untk barang yg dijual

Rp.1.620.000.000,00

Biaya adm dan penjualan variable

Rp.540.000.000,00
Rp.2.160.000.000,00

Contribution Margin

Rp.540.000.000,00

Biaya biaya tetap

  Pabrik

Rp.300.000.000,00

  Adminstrasi dan penjualan

Rp.120.000.000,00
Rp.420.000.000,00

Laba bersih

Rp.120.000.000,00
Categories: pendidikan

1 Comment

erni · 21/02/2019 at 07:38

jawabn ygno 20 gmn bang?

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

DMCA.com Protection Status