Teori teori Feminis

Published by admin on

Pendahuluan

Hampir sepanjang waktu teori teori sosiologi sibuk berdebat tentang hakikat masyarakat modern, sedangkan ketidaksetaraan, ketidakberuntungan, yang dialami oleh separuh penduduk dunia lepas dari perhatian. Asumsinya adalah bahwa dunia sebagaimana dialami oleh laki laki sama dengan yang dialami perempuan.  Barulah ketika muncul gelombang politik pada tahun 1960-an dan semakin maraknya gerakan perepuan menjelang aakhir abda ke-20 yang lalu, perterorian feminis dimantapkan sebagian bagian tak terpisahkan dari sosiologi. Selama apa yang dinamakan “gelombang kedua”feminisme ini, teori teori sosiologi mulai dikontruksi untuk menjelaskan pengalaman spesifik kaum perempuan dan untuk menunjukkan___ dalam gaya modernis yang baik ___ perjalanan sosial menuju emansipasi dan pencapaian kaum perempuan. Akan halnya teori teori klasik abad kesembilan belas merupakan upaya untuk menggambarkan secara spesifik kemungkinan kemajuan melalui perteorian manusia, maka teori teori feminis juga berkutat dalam proyek yang sama. Tujuan feminisme adalah menunjukkan bagaimana penilaian tentang suatu kondisi sosial dimana perempuan menempuh kehidupan mereka terbuka kesempatan untuk merekontruksi dunia mereka dan menawarkan kepada mereka prospek kebebasan dimasa depan.

Feminisme Liberal

Feminisme liberal memandang prangsangka gender sebagai persoalan ketidakacuhan. Oleh sebab itu, sikap tak acuh itu dapat dihilangkan dengan memberlakukan undng – undang anti diskriminasi terhadap individu-individu yang terkait dan dengan mempromosikan sikap-sikap anti seksis. Akibatnya, bagi kaum feminis, ini adalah perang yang kelak dapat dimenangkan dengan pendidikan kembali. Karya penulis sosiolog yang penting seperti Ann Oakley (1944…) dimana diskriminasi dan ketidak kesetaraan yang dialami perempuan ditunjukkan melalui pengkajian empiris yang sistematik, seringkali  digunakan untuk mendukung proyek  semacam ini. Teori feminis yang lain menggunakan cara pandang yang lebih struktural tentang penindasan terhadap perempuan , tidak mempromosikannya dalam pembagian individual, melainkan dalam cara berpikir dan hidup dalam institusi.

Feminis Marxis

Respons teoritis pertama terhadap kebutuhan akan sosiologi perempuan adalah klaim bahwa marxisme menawarkan alat teoritis yang dengan alat tersebut penilit menggali dasar dasar penindasan terhadap perempuan. Menurut Marxis feminis, subordinasi perempuan melayani kebutuhan akan kapitalisme. Dalam hubungan ekonomi dan karakteristik gagasan dari mode kapitalisme produksi  yang kita seharusnya mencari struktur  ketidakseteraan  yang secara tidak adil  menghambat kehidupan  perempuan, kebalikan dari kehidupan laku laki yang serba menikmati  keuntungan  dan kelebihan.  Solusi bagi  masalah penindasan  terhadap  kaum perempuan itu terletak pada penghancuran kapitalisme.

Ada dua macam pendekatan feminis marxis__ yang satu lebih ekonomistik dari pada yang lain. Versi feminis__ marxis menekankan pada posisi ekonomi  perempuan dalam masyarakat  kapitalis menekankan bahwa subordinasi perempuan paling baik dijelaskan dengan memahami ketidakberuntungan ekonomi yang mereka alami dari kondisi kepitalisme. Argumentasi tersebut dikemukakan oleh sebagian ahli yang terlibat dalam perdebatan tentang perspektif ini.

Dibawah kondisi kapitalisme, perempuan hidup dalam keluarga, sebagai istri dan ibu. Dalam keluarga ini, perempuan merupakan sember tenaga kerja domestik yang tak dibayar, yang pekerrjaan mereka itu sangat penting bagi kapitalisme kerena menjadi penghasil komoditi  dalam industri. Jadi baik memberikan pelayanan domestik untuk melestarikan pekerja laki laki yang juga adalah suami mereka, maupun melhirkan dan membersarkan anak anak yang kelak menjadi tenaga kerrja generasi baru, perempuan sebagai  istri dan sebagai ibu penting sekali bagi kapitalisme___ semuanya  tanpa bayaran. Oleh karena itu jauh lebih menguntungkan  bagi  kapitalisme  kalau mempunyai  tenaga kerja domestik  perempuan yang tak dibayar daripada membayar lebih besar tenaga kerja laki laki dan kemudian membeli  pelayanan domestik pula dipasar.

Juga dikenal sebagai dari kenormalan keluarga ini dibawah kapitalisme, ketika perempuan memasuki tenaga kerja, karena mereka dipandang tergantung  secara ekonomi pada suami mereka, mereka diberi upah rendah, status rendah, dan bekerja sebagian waktu. Pekerjaan  mereka dipandang sekunder dan pelengkap saja bagii penghasilan suami, sehingga ganjaran mereka juga pelengkap saja__ upah perempuan yang  berkeluarga tak perlu sama dengan upah pekerja yang membujang. Oleh sebab itu, perempuan berkeluarga adalah pekerja semi _ proletariat, secara ekonomi jauh kurang beruntung daripada  kelas pekerja.

Sekali lagi, karena ketergantungan ekonomi kaum perempuan pada suami mereka, perempuan sebagai istri membentuk “bala tentara tenaga kerja cadangan”, yang sewaktu – waktu dapat digunakan dipasar kerja bilamana diperlukan, tetapi pekerjaan permanen jauh dari perempuan. Sebagai akibatnya, perempuan adalah pekerja marginal, tidak hanya memperoleh upah yang jauh dari lebih buruk daripada laki laki yang dapat keluar masuk pasaran kerja jika kebutuhan meningkat. Contoh klasik adalah selama Perang Dunia Kedua, ketika tenaga kerja laki laki jauh berkurang, prasangka terhadap perempuan sementara hilang dan kebutuhan  tenaga kerja  dapat dipenuhi perempuan. Sekonyong-konyongnya perempuan  dibutuhkan dilapangan  industri, dilupakan orang. Ketika perang usai, ideologi dan legitimasi  terhadap perempuan kembali lagi seperti semula.

Tepatlah bahwa ideologi semacam itu, yang membenarkan dunia perempuan dalam kapitalisme, yang secara lebih humanistik cenderung  menekankan  feminis-Marxis, ketimbang faktor faktor ekonomi. Para penulis seperti Michele Barrett (1944-) menggunakan pendekatan yang diajukan Gramsci, yang berpendapat bahwa peranan ideologi dalam menetapkan institusi  kehidupan keluarga, dan tentang  istri dan ibu dalam mendomestikasi perempuan, adalah sangat penting dalam memproduksi  dunia yang menjadi sumber ketidakberuntungan  perempuan. Maka Barrett menekankan bahwa desktruksi  hubungan ekonomi kapitalis adalah kondisi yang diperlukan, namun tidak cukup bagi pembebasan perrempuan. Yang juga diperlukan adalah transformasi  ide tentang se*sualitas, gender, dan orangtua. Sehingga laki laki dan perempuan secara ideologi tidak dipaksaka hidup dalam semacam perkawinan dan semacam keluarga.

Masa yang sama juga muncul pada pendekatan feminis Marxisme. Kapitalisme mempromosikan subordinasikan perempuan, mengapa perempuan juga mengalami subordinasi pada masyarakat yang bukan kapitalis? Meskipun mudah untuk menyaksikan bagaimana penampulan tugas tugas domestik yang tak dibayar itu jelas menguntungkan kapital, feminis Marxis tidak menjelaskan mengapa harus perempuan yang menjalankan pekerjaan itu. Mengapa bukan laki laki? Mengapa bukan orang tua? Feminisme radikal berusaha menjelaskan bahwa penindasan terhadap perempuan itu universal, dan untuk mendukung itu mereka mengusung konsep patriarki. Patriarki berarti kekuasaan laki laki atas perempuan, bagi femins radikal, bukan sistem ekonomi yang menidas perempuan, melainkan laki lakilah yang menindas perempuan.

Feminisme Radikal

teori feminisme

Bagi feminisme radikal, patriarki adalah kunci untuk memahami struktur sosial dan hubungan patriarki adalah universal dan unsur yang mendasar. Mengapa harus demikian? Jalas bahwa jika ada satu penyebab patriarki maka tentulah  patriarki ditemukan di mana mana __ sebagai unsur yang melekat pada kondisi manusia. Salah satu feminis radikal  yang perama, Kate Millett (1934 – ), (1997) berpendapat bahwa  patriarki  dibawa oleh kontrol gagasan dan kebudayaan oleh laki laki. Meski pendekatan Millett ini menarik perhatian bagi bentuk – bentuk institusional keyakinan yang menindas  perempuan secara ideologii ditempat pekerjaan, dalam pendidikan, dan dalam keluarga, penjelasan ini agak berputar putar, sehingga sebagai akibatnya, ia cenderung menjelaskan patriarki dengan menerapkan patriarki, yang kurang memuaskan (Millett 1997). Dalam tulisan feminisme radikal yang lain, tiga macam universal ditemukan: pengasuhan ibu biologis, keluarga berbasis perkawinan, dan heterose*sual.

Dalam teori feminis radikal awal, sebagai contoh Shulamith Firestone (1945-) arggumentasinya adalah bahwa patriarki didasarkan pada faktor biologi bahwa hanya perempuan  yang mengandung dan melahirkan diluar rahim barulah ini telah tercapai maka memperoleh kebebasan. Kalau keadaan ini telah tercapai maka perbedaan gender menjadi tidak relevan dan secara biologis perempuan terperangkap dalam peranan ibu dalam keluarga dengan sendirinya akan hilang (Firestone 1971).

Penekanan pada politik dalam konteks peribadi ini mendorong sebagian feminis radikal tidak begitu memusatkan perhatian pada interaksi umum dalam keluarga dan perkawinan, sebagaimana asumsi yang melandasi heterose*sual yang dianggap normal di institusi universal  ini dibangun. Pertanyaannya adalah :

  • Mengapa “se*s normal” itu harus ”se*s heterose*sual”?
  • Mengapa se*sheterose*sual “normal” itu harus berupa masuknya organ kelamin laki laki kedalam organ kelamin perempuan
  • Mengapa upaya mencapai orgasme vagina (yang menguntungkan laki laki dianggap superior dan perlu bagi kepuasan se*s bukan upaya mencapai orgasme klitoris (yang tidak diperlukan laki laki?)

Dipopulerkannya orgasme vaginal sebagai mitos faal oleh Masters dan Johnson (1966) menambah legitimasi baru bagi klaim perempuan sebagian feminis radikal bahwasanya kontruksi sosial dari bentuk bentuk se*sualitas tertentu sebagai “normal” dan “superior” terhadap  yang alin adalah alat universal yang menjadi sumber patriarki. (Adrienne Rich (1980 menyebut ini “compuisory heterosexsuality”).  Dari sudut pandang ini, simbolisme yang terlibat dalam se*s heterose*sual “normal” (penetrasi) dominan; tindakan penetrasi tubuh  perempuan merepresentasi kolonialisasi tubuh perempuan, yang berarti berkolusi dengan musuh. Disini hubungan se*s adalah instrumen laki laki  untuk menjalankan  dominasinya terhadap  perempuan, yang argumentasinya adalah bahwa sekali tubuh perempuan dikontrol, maka seluruh kehidupan perempuan itu dikendalikan. Seperti dikemukakan David Bouchier:

Apabila mitos tentang orgasme vagina hilang, maka revolusi se*sual sepenuhnya mungkin dapat diwujudkan, suatu revolusi yang membebaskan perempuan dari dominasi  laki laki. Jika perempuan tidak lagi membutuhkan laki laki, mereka dapat bebas memilih bentuk heterose*sual yang mereka inginkan, menjadi bise*sual, lesbian, atau membujang saja, yang kelak mewujudkan pembebasan perilaku se*sual, menghapus kekangan keluarga monogami yang menjadi sumber kekuasaan patriarki itu (Bouchier, hlm 79).

 Dalam peraktik, tujuan untuk melakukan transformasi se*sualitas perempuan sebagai  jalur perjalanan penghancuran patriarki mendorong banyak feminis radikal untuk berpendapat  bahwa hanya se*sualitas  lesbian yang memungkinkan  perempuan untuk bebas mengeskpresikan emosi mereka___ suatu solusi yang dikenal dengan “seperasi”.

Penekanan pada heterose*sualitas sebagai basis patriarki mendorong teoritisi feminis radikal untuk menggali kaitan kaitan  hubungan antara hegemoni se*sual dengan kekerasan terhadap perempuan. Karya Adrienne Rich (1929) dan Andrea Dworkin (1946-), antara lain, dapat kita sebut disini. Dalam masyarakat seperti inggris, unsru signifikan dalam konstruksi sosial dari heterose*sual adalah presentasi publik perempuan sebagai manja, akomodatif, siap sedia selalu untuk melayani laki laki demi memenuhi hasrat se*sual mereka. Tak perlu bersusah payah untuk menemukan iklan iklan dan media lain yang menampilkan perempuan dengan penampilan se*sual merangsang. Kaum feminis radikal menunjukkan disini  bahwa jika perempuan dipresentasikan dalam penampilan se*sual demikian , yang jelas jelas merupakan undangan bagi laki laki, maka pelecehan se*sual, per*osaan, dan kekerasan se*sual lainnya bukan hal yang mengherankan terjadi. Ini semata mata adalah ekspresi kekerasan dari hubungan se*sual “normal” antara laki laki dan perempuan.

Bagi banyak feminis radikal  dunia perempuan terancam oleh potensi kekerasan oleh laki laki, kekerasan yang didorong oleh kekerasan simbolik se*s heterose*sual, dan dipromosikan oleh iklan dan por**grapi. Kalau laki laki mengatur bagian dari kehidupan untuk menghindari kekerasan fisik terhadapnya__ misalnya, menghindari tempat tempat tertentu pada malam hari, atau tidak pergi ke pub untuk minum minuman keras____ maka bagi feminis radikal, potensi ancaman bagi perempuan justru terjadi dalam kehidupan keseharian yang rutin. Menurut Eliszabets stanko:

Perempuan yang mengetahui tentang intimidasi fisik dan se*sual oleh laki laki yang tak terduga. Kita merencanakan kehidupan kita di seputar itu: mencari jalan yang aman ketika pulang ke rumah, memasak telor seusuai keinginan suami, dan menghindari pesta pesta kantor adalah strategi strategi untuk menghindari intimidasi dan kekerasan se*sual dan fisik laki-laki. (Stanko 1985, hlm 70).

 

Categories: pendidikan

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

DMCA.com Protection Status